Diduga Ada Bisnis Perantara Tanah Ilegal Tambak Udang, Dalam Kasus Pemerasan Kades Pagelaran

Lebak - Banten | Kejaksaan Negeri (Kejari) Lebak diminta lebih cermat dalam penanganan kasus dugaan pemerasan yang terjadi akibat aktivitas transaksi jual beli lahan Tanah tambak udang di Desa Pagelaran Kecamatan Malingping hingga menjerat seorang Kepala Desa (Kades) beserta suaminya yang ditersangkakan karena mendapatkan sejumlah uang hasil pemerasan dari pelaku usaha makelar tanah.
Deden Haditiya, salahseorang warga kecamatan Malingping mengatakan bahwa dirinya telah menyimak dalam perkara itu, seolah ada dua pihak yang berseteru antara pihak pertama yang ditersangkakan sebagai pelaku pemerasan yaitu YH dan H. Sedangkan dipihak kedua yaitu Makelar Tanah yang berperan sebagai korban pemerasan.
"Artinya, kami selaku masyarakat tidak mau dibuat keliru tentang pihak kedua yang diperas ini adalah bukan pengusaha tambak udang. Melainkan, sepengetahuan kami berdasarkan informasi dan bukti yang kami miliki, bahwa pihak yang disangkakan diperas ini adalah selaku perantara atau makelar lahan untuk dibangun tambak udang, dan perusahaan tambak udang membeli lahan melalui perantara tanah tersebut," ungkap Deden kepada dimensipost.com.
Legal Standing Perantara transaksi Lahan seluas 23 Hektar Harus Diusut Tuntas
Masih dikatakan Deden Haditiya, dalam hal itu sudah jelas pihak pertama adalah YH dan H ditersangkakan selaku pelanggar hukum, dan bagaimana dengan satu pihak lain yang menjadi pihak korban pemerasan, yaitu pelaku usaha Tanah yang diduga menjadi pengusaha atau Broker Tanah diduga Ilegal.
Kemudian, apakah hanya pihak YH dan H selaku Kades saja yang akan diadili, sementara ketika Makelar Tanah yang diduga perantara Tanah Ilegal tersebut kemudian diduga Pelanggar Hukum Pula, apakah mesti dibiarkan tanpa Proses Hukum.
"Ini demi keadilan, jika dalam kasus ini ada dua pihak yang kemudian diduga oleh publik adalah sama halnya pelanggar hukum, kami berharap penegak hukum tidak tebang pilih, dan memproses keduanya agar nilai keadilan ini bisa diberikan terhadap keduanya," pinta Deden.
Broker Tanah ILegal Mengandung Resiko wanprestasi
Menanggapi peristiwa tersebut, Ena Suharna, S.H., selaku Praktisi Hukum mengatakan, menurutnya hal itu bukan konteks pemerasan semata, tapi karena ada penyebab lain yang menjadi sumber masalah, yakni dugaan adanya wanprestasi dari usaha makelar tanah ilegal yang tidak mengantongi SIU-P4, diduga akibat sistem kerja yang tidak terorganisir dan keuangan yang tidak akuntabel, sehingga pemberian komisi kepada YH yang ikut andil dalam pekerjaan teknis dengan tim kerja lapangan makelar itu, akhirnya harus terseret pidana lantaran merupakan suami dari seorang kades H, yang disangkakan berpotensi mengalami kerentanan mempengaruhi kebijakan kepala desa saat menerima komisi dari pengusaha makelar tanah.
"Sebagai implikasi dari wanprestasi pelaku usaha makelar tanah yang tidak kantongi SIU-P4 atau makelar tanah tak berizin dan tidak propesional dibidangnya. Adanya dugaan akibat pengelolaan keuangan yang tidak akuntabel sehingga perselisihan pembagian komisi keuntungan dari transaksi lahan oleh makelar tanah tambak udang berakhir petaka untuk Kades pagelaran," kata Ena.
Lebih lanjut Ena menanggapi, ada beberapa Kerentanan daripada perusahaan tambak udang, yang menunjuk seorang pengusaha yang menjadi makelar atau perantara tanah yang tidak memiliki SIU-P4 ini, yaitu rentan terhadap ingkar janji atau wanprestasi dalam hal komisi keutungan dari pemilik lahan ke pembeli lahan yang dihubungkan oleh tim kerja perantara atau broker lahan didalamnya saat bertransaksi.
Selanjutnya, karena tidak terorganisirnya tugas dan legal standing tim kerja atau karyawan dalam proses transaksi lahan. Tidak tercatatnya administrasi keuangan secara akuntabel yang mengakibatkan rentannya perselisihan salari gaji, komisi dan bonus untuk setiap orang yang ikut andil dalam pekerjaan makelar itu.
"Sehingga kami melihat dari perselisihan komisi pekerjaan ini yang membuat YH terjebak wanprestasi dengan pelaku usaha makelar tanah, dan saat ditagih dengan cara demontrasi beberapa waktu lalu, ini justru berbalik menjadi delik pemerasan karena pihak makelar merasa di-intimidasi dan diperas," imbuh Ena.
Aspek Pidana Pelanggaran Hukum Usaha Perantara Tanah Yang Tidak Memiliki Legal Standing Harus Jadi Usut
Ena Suharna, S.H., menilai sebaiknya jika perusahaan atau investor yang menunjuk perorangan atau badan usaha, dapat memilih perusahaan makelar atau perantara yang profesional dan harus yang sudah berijin SIU-P4, dan memiliki sertifikasi serta tenaga ahli dibidang usaha tersebut. Agar pengguna jasa makelar, mitra, karyawan tidak bisa lolos dari kerentanan terjadinya ingkar janji (wanprestasi) dari perselisihan komisi dan bonus dari transaksi jual beli tanah atau bangunan yang akan didapatnya.
"Aspek-aspek ini seharusnya menjadi perhatian dan bahan penelitian jaksa penyidik selalu Penegak Hukum dalam menentukan duduk perkara, serta harus melihat kedudukan legal standing dari pada pelaku usaha makelar tanah, apakah itu legal atau illegal?," kata Ena.
Karena kata Ena, jika Penerapan Hukum dalam kasus ini terhadap para Tersangka atas dugaan gratifikasi dan pemerasan, maka yang menjadi indikasi sumber gratifikasi nya juga harus dipriksa secara komprehensif. Kemudian jika dalam kasus ini juga diterapkan dugaan pemerasan, maka harus dipastikan adanya aduan dari pihak yang mengaku sebagai korban pemerasan sebagai delik aduan.
"Oleh karena itu, Kejaksaan Negeri Lebak harus dapat meneliti perkara ini secara utuh dari berbagai aspek, salah satunya dari legal standing pelaku usaha broker tanah ini. Serta tidak melulu fokus kepada suatu undang-udang saja yaitu undang-udang tindak pidana Tipikor, dan Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi juga undang-udang perdagangan dan peraturan lainnya yang menyangkut kegiatan usaha broker tanah dan bangunan juga tak boleh lolos dari telaah, Pengamatan dan proses hukum yang berkeadilan". Pungkas Praktisi Hukum yang satu ini, sekaligus dirinya selaku Penasihat Hukum LSM Kumpulan Pemantau Korupsi Banten (KPK-B). (Irf)